Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Didesak Tunda Pelaksanaan PP JHT

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia mendesak pemerintah untuk menunda pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua secara keseluruhan sampai ada revisi bersifat final yang lebih melindungi hak-hak pekerja.

"Bagaimana mungkin PP dilaksanakan sebagian saja, sedangkan sebagian lagi tidak tanpa ada produk hukum baru yang menetapkan sebagian pemberlakuan itu," kata Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat melalui siaran pers di Jakarta, Senin (13/7/2015).

Mirah mengatakan rencana pemerintah untuk merevisi peraturan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian. Pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Alvyn G Masassya telah menyampaikan pernyataan yang tidak kunjung terealisasi.

Menaker dan Dirut BPJS Ketenagakerjaan hanya menyampaikan di beberapa media terkait rencana revisi peraturan pencairan JHT untuk pekerja yang di-putushubungankerja-kan sebelum 1 Juli 2015 dengan masa tunggu satu bulan.

"Sedangkan untuk yang di-PHK setelah 1 Juli 2015, pencairan JHT menunggu adanya revisi PP JHT. Besaran dana JHT yang dapat dicairkan pun berubah dari hanya 10 persen menjadi hanya 30 persen," tuturnya.

Mirah menilai revisi PP JHT yang tidak kunjung ada kejelasan menyebabkan pekerja yang di-PHK setelah 1 Juli 2015 menjadi tidak jelas nasibnya. Padahal, kata Mirah, pekerja yang di-PHK itu pada dasarnya ingin mencairkan uang milik mereka sendiri. Terkait rencana revisi jumlah dana yang bisa dicairkan dari 10 persen menjadi 30 persen, Mirah menilai hal itu menunjukkan pemerintah tidak mau menerima aspirasi serikat pekerja.

"Mengapa pemerintah ngotot untuk hanya membayarkan 30 persen? Padahal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak mengamanatkan pembatasan 30 persen itu," katanya.

Menurut Mirah, seharusnya pemerintah lebih mendengar masukan dari serikat pekerja karena banyak pekerja kontrak dan alih daya yang di-PHK sebelum Idul Fitri, sehingga tidak lagi mendapatkan pesangon dan penghasilan serta tidak dapat memenuhi hidup jelang hari raya.

"Kondisi sosial masyarakat itu seharusnya menjadi perhatian pemerintah," ujarnya. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: