Ritual air Suku Tengger jelang kemarau dan Ramadan

Dyah Ayu Pitaloka

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Ritual air Suku Tengger jelang kemarau dan Ramadan
Ritual Grebeg Tirto Aji dilakukan oleh Suku Tengger agar air melimpah sepanjang tahun untuk bercocok tanam dan kebutuhan sehari-hari

MALANG, Indonesia — Sembilan wanita bergantian mengambil air suci menggunakan kendi dari Sendang Widodaren, Telaga Bidadari, di mata air Wendit, Desa Mangliawan, Malang, Kamis, 11 Juni 2015. 

Satu kendi air, dari telaga yang dipercaya sakral itu, akan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari 9 dusun dan desa yang didiami Suku Tengger. Air suci dipercaya membawa berkah untuk menghadapi musim kemarau sekaligus menghadapi Ramadan. 

“Upacara Suku Tengger, terlepas dari identitas agama besar apa pun, ritual ini sudah dilakukan turun-temurun dari nenek moyang kami tanpa ditambah ataupun dikurangi,” kata Ngationo, sesepuh dari Desa Ngadas. 

Ritual pengambilan air ini disebut Ritual Grebeg Tirto Aji. Setelah para wanita mengisi kendi mereka, diiringi mantra mereka menyerahkannya kepada 9 sesepuh Suku Tengger untuk dibawa ke dusun dan desanya masing-masing. 

“Air akan kami masukkan di tandon desa untuk digunakan bersama-sama, bisa digunakan untuk bercocok tanam dan kebutuhan sehari-hari lainnya,” kata Ngationo. 

Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Setelah air dibagikan, gunungan tumpeng dari berbagai hasil bumi Suku Tengger segera diperebutkan oleh pengunjung Grebeg. Berbagai sayuran seperti sawi, kentang, wortel, buncis, tomat, seledri, dan aneka ketela rambat segera berpindah tangan dalam sekejap,  beralih kepada pengunjung mata air yang mengikuti ritual itu.

Di penghujung ritual, sejumlah penari wanita atau lazim disebut penari Tandak, kemudian melempar sampur, atau selendang, pada pengunjung, mengundang mereka untuk menari bersama diiringi gending tayub Jawa. 

Kehadiran penari Tandak adalah bentuk ungkapan rasa syukur sekaligus persembahan bagi leluhur penunggu mata air, agar senantiasa memberi kesuburan berupa air yang melimpah sepanjang tahun. Ritual ini mengajak warga Tengger yang awalnya hidup di lereng gunung, untuk mengingat kembali betapa pentingnya air bagi kehidupan.

Penari Tandak tampil untuk menghargai leluhur penunggu mata air. Foto oleh Dyah Ayu Pitaloka/Rappler

Sendang Widodaren atau Telaga Bidadari dipercaya sebagai tempat mandinya 9 bidadari yang turun dari kahyangan, yang tergoda untuk mencicipi segarnya air telaga yang berkilau di siang hari. 

Di telaga itu pula, dipercaya Joko Tarub, tokoh legenda rakyat, jatuh hati pada salah satu bidadari dan mencuri selendang seorang bidadari yang akhir tak bisa kembali ke kahyangan, dan menetap di bumi sementara.

Sembilan wanita yang mengambil air melambangkan 9 bidadari suci yang turun dari kahyangan. Wanita terpilih haruslah perawan dan belum pernah tersentuh, 

“Dukun kami bisa melihat mana yang perawan dan yang tidak, air adalah sumber kehidupan dan wanita adalah sumber kesuburan. Wanita yang suci seperti juga air suci ini, bisa membawa kesuburan bagi pertanian,” kata Choirul Anam, perwakilan dari suku Tengger di Desa Pandansari, Kecamatan Poncokusumo.

Choirul mengatakan warga berharap masa bercocok tanam dengan air melimpah bisa membuat warga yang beragama Islam bisa dengan tenang menjalankan ibadah, tidak risau dengan kemarau. — Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!