Karena hukuman mati tidak pernah menyelesaikan masalah

Arman Dhani

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Karena hukuman mati tidak pernah menyelesaikan masalah
Hukuman mati hanya akan semakin menyuburkan kejahatan itu sendiri dan tidak pernah menyelesaikan masalah.

Saya bukan aktivis hak asasi manusia (HAM). Saya hanya penulis biasa, saya membenci terik matahari, dan saya membenci kerja kerja pembebasan.

Tapi saya tahu, hukuman mati tidak pernah jadi solusi atas apapun. Ia hanya memberikan keadilan semu, kepuasan untuk pembalasan dendam. Ia bukan obat, ia hanya sekedar bius yang secara temporer menghilangkan rasa sakit. 

Tsamara Amany menulis surat terbuka kepada para aktivis HAM. Ia, seperti para pendukung hukuman mati lainnya, mengatakan bahwa hukuman mati adalah harga pantas untuk bandar/pengedar narkoba yang merusak bangsa.Ia menuduh para pegiat HAM hanya bersuara keras saat ini saja, ketika seorang pengedar narkoba akan dihukum mati.

Saya menjawab suratnya bukan sebagai aktivis HAM, tapi seseorang yang memiliki saudara yang meninggal karena narkoba. Saya, seperti ribuan keluarga lainnya yang rusak karena narkoba, punya hak yang lebih dari siapapun untuk menuntut hukuman mati terhadap pengedar narkoba. 

Tapi pertanyaannya, apakah Mary Jane seorang pengedar? Lebih dari itu, apakah Mary Jane seorang bandar? Apakah keadilan kita memang benar-benar tanpa pilih kasih sehingga menihilkan elemen-elemen kemanusiaan terhadap seseorang?

Hukuman mati tidak pernah menyelesaikan masalah. Jika Mary Jane mati, maka saudara saya dan jutaan korban narkoba lain tidak akan hidup lagi. Jika Mary Jane dieksekusi, peredaran narkoba tidak akan berhenti. Anda tahu ini, saya tahu ini, kita semua paham ini. Lantas mengapa kita masih ngotot mengeksekusi perempuan malang itu?

Beberapa waktu lalu, Indonesia sudah mengeksekusi mereka yang dituduh sebagai biang narkoba. Tapi toh tetap saja ada pengedar yang ditangkap. Tidak hanya itu, pengedar yang mantan petinggi BUMN, malah mendapatkan bantuan hukum dari pemerintah. Ia ditangkap di Thailand karena membawa 5,2 kg kokain dan menurut hukum di Indonesia ia harusnya dihukum mati. Tapi, barangkali pemerintah berpikir asal bukan di Indonesia peredaran narkobanya, maka pengedarnya mesti dibela.

”Tapi saya tahu, hukuman mati tidak pernah jadi solusi atas apapun. Ia hanya memberikan keadilan semu, kepuasan untuk pembalasan dendam. Ia bukan obat, ia hanya sekedar bius yang secara temporer menghilangkan rasa sakit.“

Inikah keadilan yang Anda perjuangkan? Inikah advokasi yang Anda tawarkan? Pemerintah menghukum keras warga negara asing yang jadi kurir narkoba, tapi pada saat bersamaan melindungi warga negaranya yang berprofesi serupa. Jika ini bukan satu bentuk kemunafikan, lantas apa Anda menyebut praktik dualisme kebijakan pemerintah kita yang suci mulia ini? Jokowi demikian keras hati menolak grasi Mary Jane, tapi pada saat yang sama mengupayakan keselamatan warganya yang jadi kurir/pembawa narkoba.

Mantan petinggi BUMN itu bukan orang pertama yang dibela pemerintah kita terkait kasus narkoba. Ada pula ST yang bahkan sudah divonis mati oleh pemerintah Malaysia. Jika memang Anda konsisten terhadap perjuangan melawan narkoba, saya menunggu protes Anda kepada Jokowi, Kementerian Luar Negeri, dan segala pihak yang mendampingi warga negara Indonesia di luar negeri yang divonis mati karena kasus narkoba. Atau mungkin Anda tidak tahu ini dan hanya ingin Mary Jane mati saja?

Saya tidak membela Mary Jane sebagai seorang kurir narkoba. Anda mesti pahami ini dulu.

(BACA: Kematian yang tidak diperlukan)

Saya membelanya karena ia adalah korban dari kasus perdagangan manusia, yang dijebak oleh jaringan narkotika internasional, yang kemudian sial tidak mendapatkan bantuan hukum terbaik dari negerinya. Jika memang Anda ingin mengemukakan asas keadilan, maka adillah sejak dalam pikiran.

Adilkah Mary Jane dihukum mati ketika persidangan ia tidak mendapatkan penerjemah yang layak dan tidak mendapatkan bantuan hukum semestinya dari pemerintahnya?

Mary Jane adalah perempuan yang ditindas oleh sistem. Ia merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan membuatnya harus bekerja, sialnya pekerjaan itu menjadikannya korban perdagangan manusia. Tidak berhenti sampai di situ, ia pun jadi tumbal dari sindikat narkoba internasional.

Pahamkah Anda ini, atau sekedar berpikir, pokoknya Mary Jane bersalah dan ia mesti dibunuh?

Mary Jane Fiesta Veloso, warga Filipina yang divonis mati menangis di persidangan, Sleman, 3 Maret 2015. Foto oleh Bimo Satrio/EPA

Anda perlu memahami bahwa membela hak hidup Mary Jane tidak sama dengan mendukung peredaran narkoba.  Kesimpulan ini sesat pikir dan lebih dari itu, keji. Anda, dan para pendukung hukuman mati lainnya mengatakan bahwa hukuman mati menghadirkan efek jera. Anda dan para pendukung hukuman mati mengatakan bahwa hukum di Indonesia mesti dihargai dan dijunjung tinggi. Vonis mesti dihormati dan proses hukum yang telah terjadi harus dipatuhi.

Jika demikian, bagaimana saya harus memaknai kasus Sengkon dan Karta yang terjadi pada 1974? Saya minta waktu Anda semenit saja untuk memahami kasus ini. 

Kasus Sengkon-Karta adalah kasus pembunuhan seorang penjaga warung kecil beserta istrinya di Desa Bojongsari, Bekasi. Di penjara keduanya bertemu dengan seseorang yang mengaku bertanggung jawab atas kejahatan itu. Sengkon-Karta lantas dibebaskan dengan usaha peninjauan kembali (PK). Ini mengindikasikan masih ada yang tidak beres dengan sistem peradilan di Indonesia. Lantas, bagaimana bisa sebuah sistem peradilan yang berpotensi korup dan tidak adil, diberi kewenangan mencabut nyawa manusia?

Atau begini, jika vonis Mary Jane mesti dihormati, apakah ini sejalan bahwa saya harus menghormati keputusan hakim yang memenangkan pra-peradilan Budi Gunawan? Atau saya harus menerima vonis dari pengadilan Situbondo yang menghukum nenek Asyani satu tahun penjara karena tuduhan mencuri kayu? Ataukah saya juga harus tabah dan menghormati keputusan hakim yang memvonis ringan Rasyid Rajasa yang menabrak balita hingga tewas? Inikah wujud hukum yang mesti saya hormati?

Hukuman mati tidak pernah memberikan efek jera. Di Jerman, para pejabat Nazi yang dihukum mati karena kejahatan kemanusiaan tidak membuat neo-Nazi berhenti berkembang. Ia tetap ada dan terus berkembang. Densus 88 yang kerap menembak mati “terduga” teroris juga tidak membuat terorisme dan paham radikal di Indonesia berkurang dan kapok. Lantas apa yang menjadi dasar bagi kita untuk mengatakan hukuman mati adalah shock therapy yang bisa membuat orang lain jera?

”Hukuman mati hanya akan semakin menyuburkan kejahatan itu sendiri. Ia menciptakan lingkaran dendam dan kebencian. Ia hanya bisa dihentikan dengan memaafkan.“

Dengan mengampuni Mary Jane, artinya kita punya peluang untuk menyelamatkan 240an warga negara kita yang menunggu ajal karena kasus serupa. Kita punya landasan moral untuk melakukan lobi politik, kita tidak menghukum mati, oleh karena itu kita bisa mengajukan penangguhan hukuman mati. 

Nyawa untuk nyawa yang lain, ini saya kira, adalah cara paling tepat untuk mengingat mereka yang mati karena konsumsi narkoba. Mereka yang mati tidak mungkin kembali, tapi kita bisa memilih untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Semenit saja, tolong semenit saja, mereka yang ingin Mary Jane dieksekusi, mempelajari kasus dan hidupnya. Lantas silahkan mengambil keputusan, apakah ia pantas dibunuh atau tidak. 

Demi Tuhan, atau demi apapun yang Anda yakini, memaafkan dan menghentikan hukuman mati lebih baik daripada sekedar menjadi barisan jagal yang mengambil hak hidup orang lain.

Anda menulis surat terbuka dan saya menjawabnya. Ini jadi hal yang baik dan penting jika terjadi saat proses peradilan Mary Jane. Tapi Mary Jane akan dieksekusi besok, perdebatan kita tidak akan membuat vonis itu diundur atau menyelamatkannya. Hanya Jokowi, selaku presiden yang punya kuasa dan wewenang menyelamatkan Mary Jane.

Sekarang apa yang harus kita lakukan? Apakah terus berdebat, atau setidaknya menyelamatkan ibu dua anak dari kematian dan menghentikan lingkaran kekerasan yang tidak diperlukan? —Rappler.com

Arman Dhani adalah seorang penulis lepas. Tulisannya bergaya satire penuh sindiran. Ia saat ini aktif menulis di blognya www.kandhani.net. Follow Twitter-nya, @Arman_Dhani.

 

 

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!