4 proyek besar di Bali yang terlantar

Anton Muhajir

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

4 proyek besar di Bali yang terlantar

Anton Muhajir

Di balik megahnya pariwisata Bali, ada sedikit cerita tentang mangkraknya beberapa proyek di pulau dewata tersebut. Beberapa mandek karena krisis ekonomi, atau tidak direstui warga setempat.

DENPASAR, Indonesia- Hingga awal Februari ini, belum ada keputusan final dari pemerintah tentang rencana reklamasi di Teluk Benoa, Bali. Dua pekan lalu di depan anggota Komisi IV DPR, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hanya memberikan syarat kepada investor.

“Kalau mereka mau mereklamasi 10 hektar, maka harus ada lahan air 10 hektar, untuk nelayan kah, pariwisata air kah, atau apapun. Kalau itu tidak bisa, ya tidak usah,” ujarnya sebagaimana ditulis Republika.

Pemerintah masih menggantung nasib Teluk Benoa, apakah akan direklamasi demi pembangunan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) atau dilestarikan demi masa depan Bali.

Rencana reklamasi Teluk Benoa

Sekadar memutar ulang informasi tentang apa yang akan dibangun PT TWBI di Teluk Benoa. Berdasarkan proposalnya, perusahaan milik taipan Tomy Winata ini akan membangun berbagai sarana pariwisata di kawasan perairan teluk seluas 1.800 hektar tersebut.

Di sana, mereka akan membangun 16 pulau kecil untuk beragam fasilitas seperti pusat konvensi, pusat pertunjukan, mall, hotel, dan lain-lain.

Menurut Komisaris PT TWBI Leemarvin Lieano, sebagaimana dikutip Antara, luas wilayah yang akan direklamasi mencapai 700 hektar. Investasinya sekitar Rp 30 triliun. Jelas pembangunan ini termasuk rencana besar. Sangat besar.

Dibandingkan beberapa proyek raksasa lain di Bali, rencana PT TWBI ini termasuk besar. Jika melihat pada proyek-proyek besar lain yang pernah ada di Bali, rencana investasi PT TWBI ini paling besar. Setidaknya hingga sejauh ini.

Karena itulah muncul kekhawatiran, jika nantinya proyek reklamasi ini jadi dilaksanakan, maka bisa terjadi serupa proyek-proyek besar lain yang pernah ada di Bali. 

Bali memang mencatat beberapa proyek raksasa dan ambisius yang justru berakhir tidak jelas. Berikut hanya beberapa di antaranya: 

1. Pulau Penyu di Serangan

Pulau Penyu di Serangan. Foto oleh Anton Muhajir/Rappler.

Di antara sekian banyak rencana pembangunan besar di Bali, reklamasi di Pulau Serangan ini paling populer hingga saat ini. Reklamasi di pulau yang masuk wilayah Denpasar ini selalu menjadi acuan tentang proyek besar yang merusak lingkungan.

Serangan pada awalnya merupakan pulau terpisah di sisi selatan Denpasar. Ada selat kecil selebar kira-kira 2 km yang memisahkannya dengan Pulau Bali daratan dengan pulau seluas 112 hektar. Pulau Serangan dikenal pula dengan julukan Pulau Penyu karena terdapat habitat penyu di sini. 

Pada 1995, muncul rencana dari PT Bali Turtle Island Development (BTID) untuk membangun proyek besar. Pulau Serangan akan direklamasi menjadi 481 hektar. Di sana akan dibangun aneka fasilitas seperti pelabuhan marina, lapangan golf, resor, vila, dan lain-lain.

Nilai investasi proyek reklamasi Serangan ini senilai $ 2 miliar atau Rp 4,2 triliun dengan kurs sekitar Rp 2.100 per dolar ketika itu.

PT BTID merupakan gabungan dari Bimantara Grup, milik dua anak Soeharto Bambang Trihatmodjo dan Tommy Soeharto, dengan PT Pembangunan Kartika Udayana milik Kodam IX/Udayana. Dua anak presiden berkobalorasi dengan tentara. Maka proyek pun mulus berjalan meskipun diprotes oleh warga dan berbagai kelompok di Bali.

Krisis ekonomi dan politik pada 1997-1998 menghentikan proyek ambisius tersebut. Hasilnya, hingga saat ini proyek tersebut telantar. Tidak jelas akan dilanjutkan atau tidak.

Berdasarkan informasi Hukum Online, PT BTID bahkan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Juli 2013 lalu. Perusahaan milik Keluarga Cendana itu dituntut oleh Penta Ocean Construction Ltd, rekanan mereka ketika proyek reklamasi Serangan baru dimulai.

Kini yang tersisa hanya dampak lingkungan di Serangan. Habitat penyu sudah tidak ada lagi. Ikan hias sudah hilang. Abrasi pantai-pantai di sekitar Pulau Serangan akibat reklamasi terus terjadi.

2. Bali Pecatu Graha

Bali Pecatu Graha, Bali. Foto oleh Anton Muhajir/Rappler

Ketika proyek reklamasi di Serangan sedang berjalan pada 1995, pada saat yang sama Tommy Soeharto juga membangun di tempat lain, Pecatu. Lokasi proyek ini di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta (sekarang masuk Kuta Selatan), Kabupaten Badung.

Proyek dengan bendera PT Bali Pecatu Graha ini lebih luas dibandingkan di Pulau Serangan yang “hanya” 481 hektar. Di perbukitan menghadap laut ini, PT Bali Pecatu Graha (BPG) akan membangun aneka fasilitas seperti hotel, lapangan golf, perumahan, dan lain-lain. Total investasi sekitar Rp 1,2 triliun.

Menurut kliping di Jawa Pos (1996), Tommy Soeharto akan membangun tiga kawasan bisnis pariwisata, kawasan perumahan eksklusif, dan kawasan kota mandiri. Luas total mencapai 650 hektar.

Ketika baru dilaksanakan, proyek ini sudah bermasalah karena sebagian warga tidak mau menyerahkan tanahnya kepada investor. Mereka bahkan masuk penjara. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM pernah mengatakan bahwa pembangunan oleh Pecatu Graha telah melanggar HAM.

Toh, proyek jalan terus hingga kemudian berhenti karena krisis politik dan ekonomi pada 1997-1998. 

Setelah sempat berhenti, beberapa fasilitas pariwisata baru mulai menggeliat lagi di BPG sejak 2010-an. Misalnya hotel, lapangan golf, dan sarana hiburan lain.

3. Garuda Wisnu Kencana

Garuda Wisnu Kencana, Bali. Foto oleh Anton Muhajir/Rappler

Pada 1995, proyek ambisius lain di Bali juga dimulai yaitu pembangunan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK). Proyek ini berada di Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Lokasinya di dekat kampus Universitas Udayana Bali di Jimbaran.

Sejumlah nama besar zaman Orde Baru turut mendukung proyek ambisius ini. Misalnya Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Joop Ave, Menteri Pertambangan dan Energi Ida Bagus Sudjana, dan Gubernur Bali ketika itu Ida Bagus Oka. 

Menurut rencana investor, mereka akan membangun berbagai fasilitas mewah di lahan seluas 200 hektar. Termasuk di dalamnya adalah patung raksasa GWK setinggi total 126 meter. Patung ini digadang-gadang akan melebihi tinggi Patung Liberty di New York sana.

Pendanaan proyek ini pada awalnya diperkirakan Rp 400 miliar. Tapi, saat ini perlu sekitar Rp 2 triliun untuk menyelesaikannya.

Krisis 1998 menghentikan mimpi gagahnya Patung GWK. Proyek ini lalu tidak jelas dan penuh dengan masalah termasuk sesama investornya. Investor pun berganti-ganti termasuk yang terakhir PT Alam Sutera Realty Tbk. Investor lain yang pernah terlibat antara lain PT Multi Matra Indonesia (MMI) dan PT Garuda Adi Matra.

Setelah hampir 20 tahun berselang, proyek ini baru selesai sekitar 20 persen. Patung GWK yang belum sepenuhnya selesai jadi daya tarik utama turis-turis yang berkunjung. Lotus Pond, tempat terbuka di GWK juga menjadi salah satu tempat hiburan ternama di sini. Tapi ya itu tadi, proyek ini hanya selesai 20 persen setelah 20 tahun berselang.

Beberapa warga setempat sempat protes karena akses mereka ke kuburan malah ditutupi oleh pihak pengelola.

4. Taman Bali Festival

Taman Bali Festival, Bali. Foto oleh Anton Muhajir/Rappler

 

Proyek lain yang sekarang juga mangkrak adalah Taman Bali Festival (TBF) di Padanggalak, Denpasar. Lokasi proyek ini persis di pinggir pantai di Denpasar bagian timur. Ketika baru dibangun, sebagian warga juga menolak karena proyek itu dianggap akan merusak kesucian wilayah tersebut.

Investasi pembangunan TBF ini sebesar Rp 200 miliar dengan lahan seluas 8,98 hektar.

Proyek milik Perusahaan Daerah Bali dan PT Abdi Persada Nusantara ini sebenarnya sudah selesai sejak 1997. Mereka sudah selesai membangun aneka fasilitas pariwisata seperti ruang teater, kolam renang, taman buaya, dan lain-lain. Mereka bahkan sudah beroperasi selama tiga tahun.

Namun, sejak Februari 2000 mereka menghentikan operasi karena rugi. Kini taman bermain tersebut mangkrak. Bangunan-bangunannya tak terawat dan rusak. Tidak ada kegiatan apapun di lahan tersebut. 

Mereka seperti memberi petanda banyaknya proyek raksasa yang berhenti di tengah jalan. Mungkin kita bisa berkaca dari mereka terkait dengan rencana reklamasi di Teluk Benoa. -Rappler.com

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!