Kolaborasi Menteri Susi dan Perbankan: Jangan lagi punggungi laut

Uni Lubis

This is AI generated summarization, which may have errors. For context, always refer to the full article.

Kolaborasi Menteri Susi dan Perbankan: Jangan lagi punggungi laut
Otorijas Jasa Keuangan menggelar diskusi untuk membahas kebijakan mendukung sektor kemaritiman sebagai pilar pembangunan. Menteri Susi bercerita potensi perikanan.

“Sebulan terakhir saya merasa overwhelmedExcited. Saya juga feel very happy. Tapi juga a bit worry melihat antusiasme ke sektor maritim. Melihat semua sekarang merasa bahwa perikanan itu bisa membuat Indonesia ke tingkat dunia.”   

Ini pembukaan pidato Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Kamis (27/11) siang, dia hadir di depan 200an bankir dan pelaku industri keuangan lain di acara focus group discussion (FGD) yang diadakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di gedung Bank Indonesia di kawasan Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat.                

FGD itu membahas bagaimana peran strategis industri keuangan mendukung pembangunan sektor maritim. “Cakupan maritim itu luas. Bukan hanya perikanan tangkap. Bahkan industri pembuatan kapal nelayan, jasa transportasi laut, jasa wisata bahari, budidaya bisa masuk sektor maritim. Ini yang harus kita definisikan bersama, lantas kita pilah-pilah mana yang bisa segera kita dukung,” ujar ketua dewan komisioner OJK, Muliaman Hadad. FGD ini adalah tindaklanjut diskusi pimpinan OJK dengan Menteri Susi di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dua pekan lalu.                

OJK, kata Muliaman Hadad, tengah membuat workstream, pemilahan kerja khusus terkait sektor maritim, sekaligus menajamkan prioritas. “Kita ingin menunjang restorasi sektor kemaritiman sebagai bagian dari mendukung kemandirian pangan yang dicanangkan oleh pemerintahan Pak Jokowi,” ujar Muliaman. Perbankan dan industri keuangan non-bank seperti asuransi perlu menyediakan model pembiayaan yang standar dan generik.                

Muliaman lantas mengutip data KKP tahun 2012. Potensi produksi perikanan Indonesia sebanyak 65 juta ton per tahun. Baru 15 ton per tahun yang dimanfaatkan. Jumlah kredit perbankan di sektor maritim tercatat Rp 67,33 triliun. Ini hanya 1,85 persen dari total penyaluran kredit nasional yang mencapai Rp 3,561 triliun.   

“Tingkat kredit macet, atau non-performing loan, di sektor ini lumayan tinggi,” kata Muliaman. Dia mengajak perbankan untuk lebih mengenali potensi sektor kemaritiman, termasuk perikanan. “Perlu pembinaan. Misalnya kalau kredit ke nelayan. Harus dipikirkan mekanisme asuransi. Nelayan kalau tidak bisa melaut karena sakit, misalnya, kan tidak bisa dapat penghasilan untuk bayar cicilan kredit. Bagaimana perlindungannya?”                

Bos OJK juga membahas keluhan pelaku sektor perikanan, khususnya nelayan yang masih sulit mengakses kredit perbankan. Bank biasanya memerlukan agunan. Nelayan sulit menyediakan, sehingga dianggap tidak bankable. Bank perlu memikirkan bundling program dengan asuransi agar ada terobosan dalam pembiayaan. Mengenai jenis-jenis usaha lainnya dalam sektor kemaritiman, Muliaman mengharapkan bank melakukan pembinaan. Ini sektor yang risiko tinggi, tapi potensinya besar. Edukasi diperlukan oleh kedua pihak. Perbankan dan sektor keuangan perlu lebih mengenai sektor kemaritiman, sebaliknya sektor kemaritiman perlu edukasi bagaimana mengelola usaha sehingga berkelanjutan.                

Pamungkas dari Muliaman adalah janji untuk memastikan, pihak OJK akan melihat bagaimana perbankan dan industri keuangan memasukkan sektor kemaritiman dalam rencana bisnis 2015 mereka. Setiap akhir tahun bank membuat rencana bisnis dan menyampaikannya kepada OJK selalu regulator industri keuangan.                 

Dukungan OJK dan antusiasme kalangan industri keuangan ini yang membuat Menteri Susi overwhelmed.  

Mengenakan busana rok warna merah, dandanan rambut ringkas digelung ke atas, Susi menjawab OJK soal tingginya kredit macet nelayan. “Ini soal kultur. Tradisi,” kata Susi.   

Kalau mau Indonesia kuat di pasar internasional, we have to follow what our neighbours doing.

Nelayan di pantai selatan, biasanya tidak bermasalah karena manajemen lebih baik. Hasil menangkap ikan diberikan ke istri. Istri yang menjual dan memegang uangnya. Beda dengan nelayan di pantai utara.  

“Kalau secara kultur kita bisa membina mereka agar bisa mengelola keuangan dengan baik, hasilnya akan baik,” ujar Susi. Ia sangat mengenal dunia bisnis perikanan, karena ia memulai usahanya yang kini sukses sebagai pedagang pengumpul ikan dari nelayan di Pantai Pangandaran.                

Susi lantas membeberkan temuannya selama sebulan menjadi menteri. “Laut kita terpanjang kedua di dunia, tapi ekspor kita hanya nomor lima di ASEAN. Ironi,” kata dia. Banyak kesempatan yang dilewatkan tanpa bisa membawa titik balik bagi bisnis perikanan. 

Jadikan kelautan dan perikanan tuan rumah di negeri sendiri                

Sebagaimana biasanya, Susi pidato tanpa teks. Lancar. Hadirin full-house, semangat ingin mendengarkan pidato dari menteri terpopuler di kabinet Presiden Joko “Jokowi” Widodo ini. Saya akan kutipkan pidatonya di acara OJK untuk pembaca: 

“Tahun 2001-2004 tekanan dari AS untuk melakukan impor tarif sangat tinggi, bahkan kemudian di 2004, mulai berlaku  Cina mengenakan 110 persen.  hailand hampir sama juga. Paling rendah Vietnam 70-80 persen. Indonesia hanya 12 persen. Sebenarnya saya saat itu berharap dan berdoa, tambak Indonesia akan bangkit memanfaatkan situasi itu.  Kapan lagi kita bisa berproduksi dengan kapital yang sama dan dibayar dua kali uangnya. Momentum hilang begitu saja. Angka ekspor Indonesia melonjak luar biasa tinggi, tapi bukan produk Indonesia. Itulah keributan transhipment terjadi. Pengusaha Indonesia membawa barang-barang Cina menggunakan nama Indonesia ke AS. Sempat ada ancaman embargo. 

Momentum yang luar biasa, kita dapat uang 200 persen untuk modal yang 100 persen karena kita tidak dikenakan impor tarif. Tapi kita lewatkan begitu saja. So, what a big pity. Sekarang dengan visi-misi presiden, kita ingin memajukan kemaritiman di Indonesia menjadi salah atau pilar utama. Nelayan harus berdaulat. Kita bangsa yang berdaulat di laut kita. Ini kesempatan untuk kita bangkit. Dan sebetulnya saya sendiri selama bekerja satu bulan di kabinet sangat excited dengan tantangan yang ada. Kita banyak berkomunikasi, kerjasama, sangat mudah. Easy. semua melepaskan ego sektoral, saling support

Di KKP ada 3 Peraturan Menteri [Permen] yang sudah diundangkan moratorium izin usaha perikanan tangkap asing di atas 30 gross ton, Permen transhipment, lalu Permen soal disiplin kepegawaian untuk meningkatkan kinerja kementerian. Kita menunggu 3-4 Peraturan Menteri lagi yang saya harapkan awal Desember bisa diundangkan, diumumkan di lembaran negara. Katanya dulu untuk sebuah peraturan sampai diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, paling cepat enam bulan. Rata-rata dua tahun. Saya bilang ke Pak Presiden kalau dua tahun untuk membuat Permen lebih baik saya resign saja. Lima tahun cuma dua permen? Tidak bisa saya mengubah sesuatu.

Soal kredit perikanan yang macet, saya yakin yang terjadi adalah wrongdoing. Untuk nelayan, sebetulnya dari pengalaman di pantai selatan, perikanan jarang yang jelek. Di Uuara sedikit ada persoalan kultur, tradisi. Di selatan wanita lebih dominan, mereka menguasai bisnis. Suami datang bawa ikan, perempuan yang jual dan menyimpan uangnya. Bayar kredit mestinya lebih lancar. Dengan penanganan kulturnya, masyarakatnya dibina, saya yakin ada perbaikan.  Sama halnya dengan yang saya lihat di sini, antuasiasme tinggi. Kalau ada lima yang kontra atas policy KKP, 500 yang setuju. Bisnis perikanan kini mulai bangkit. Banyak yang datang ke saya, mulai hidupkan bisnis cold storage. Nelayan bersemangat ke laut. 

Perikanan laut dalam harus diakui, kita ini sebenarnya sangat lemah. Untuk aqua culture, potensi yang sangat besar baik di laut maupun di darat. Sebetulnya bangsa lain memproteksi sumber daya alam. Tapi mereka lebih memberdayakan aqua culture yang sustainable. Karena saya yakin tanpa sustainability, financing akan sulit masuk karena tidak ada. 

Apa yang terjadi 10-15 tahun di dunia perikanan kenapa kok kelihatan tidak ada suara, lemah sekali. Soalnya adalah, kita selama ini memunggungi laut, tidak melihat teluk, tidak melihat muara. Kita berpikirnya land-minded. Membangun daratan. Lupa bahwa 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan. Sekarang kita berubah. 

Saya sangat gembira dengan acara hari ini, antuasiasme luar biasa. Dengan situasi yang kondusif, sesudah ada adanya moratorium izin kapal asing dan aturan transhipment, saya yakin yakin kita bisa lakukan financing dan asuransi ke depan. Nelayan di Pangandaran misalnya, sempat terkena dampak bencana tsunami. Kita perlu pikirkan adanya asuransi bencana misalnya, sehingga jika ada  tsunami bisa menjadi support pembiayaan keuangan. 

Selama ini, Indonesia fisheries untuk investor tidak menarik karena kondisinya. Banyak biaya-biaya. Padahal kita hadapi ASEAN single market, global market juga tidak bisa tahan lama-lama, like it or not tekanan akan datang dan kita harus buka pasar kita. 

Persoalannya, nelayan kita kan kebanyakan UKM atau sebenarnya mikro, tidak disiapkan untuk ready, dengan apa? less taxation, less retribusi, dengan better treated. Misalnya di Malaysia. Kesatu, ada pionir status. Kedua, free of any tax 7-12 years. Reward of any re-investment. [Bunga] kredit perikanan only 3 percent. Di Indonesia, mau kredit, daftar, bayar. Ada fee, we have to pay

Di Indonesia, banyak bayar. Izin prinsip, 0,5 persen, resmi. IMB [Izin Mendirikan Bangunan] untuk membangun pabrik ada biaya per meter persegi. Final tax PPN kalau membangun sendiri 4,5  persen. Kalau pake kontraktor 10 persen. Kita impor mesin, padahal mesinnya masih di bea dan cukai kita mesti bayar PPh 22. Building jadi, ajukan kredit, bunganya at least 12 persen. 

Baru sampai buat perusahaan jadi, kita dibandingkan dengan Malaysia sudah beda at least 15-20 persen. Padahal pasarnya sama. Nanti dapat kredit, bunganya tinggi. Apalagi dulu banyak terjadi not good governance pembiayaan kenelayanan. Harga engine sudah di mark up about 30-40 persen. Nggak mungkin dibayar kembali oleh nelayan.

Banyak pungutan ini, pungutan itu. Berapa ada peraturannya. Kita seperti orang yang harus bertinju di ASEAN single market, tapi tangan nelayan kita ditelikung ke belakang. Mungkin ini Kementerian Keuangan, OJK, dan seluruh perbankan bisa menyikapi secara bersama. Kalau mau Indonesia kuat di pasar internasional, we have to follow what our neighbours doing. Stop pengkajian undang-undang ini itu. Di pasar kawasan ini, just adopt aturan di negara tetangga. To be there faster and soon. Kalau kita mau bahas, kaji ini itu lagi, pro-kontra undang-undang. Single market is there, where are we? 

Saya takut Pak, kalau lihat nanti Indonesia dengan 250 juta penduduk itu just very, very huge market. But, we produce nothing. Nanti kita cuma dijadikan market.  ASEAN single market, nanti Tiongkok, Thailand, Malaysia masuk ke sini.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bukan tipikal menteri seperti biasa. Foto oleh Jet Damazo-Santos/Rappler

Kita senang dengan adanya lembaga keuangan mau membiayai. Tapi kita juga harus siapkan environment-nya. Kita harus tempatkan di tempat yang nyaman. Bukan di tempat yang begitu banyak pembatasan, larangan, pajak-pajak.

Persoalannya, saya yakin Bapak-Bapak di perbankan, bisa membayangkan produk Indonesia belum keluar dari negeri sudah kena 30-40 persen. 

Jadi kalau di Medan orang makan ikan mujair lebih murah, karena impor dari Malaysia. No wonder. Tenggiri di Jakarta CNF dari China much cheaper dari Tenggiri dari Pangandaran. Ini fakta yang tidak bisa dibantah. 

Sekarang, ada kesadaran bahwa negeri kita mau berdaulat. Tadi saya senang Bu Menteri Luar Negeri sudah bicara, ‘Bu Susi kami sudah pasti akan mendukung apa yang dilakukan. Kita tahu semua kedaulatan tidak bisa dijual.’ Bahasa saya kedaulatan has no price. Kita harus lakukan sesuatu. Ego sektoral tidak boleh ada. Kita semua duduk bareng.   ‘

Kalau kita mau bersaing dengan Singapura dan Malaysia aturan taxation harus sama. In the first place. Kita tidak bisa bersaing dengan mereka yang pasarnya sama, tapi  kita diganduli 30-40 persen biaya macam-macam. Mereka free. Katanya nanti impor banyak. Impor sudah banyak sekarang, tapi door-to-doorSmuggling

Tapi kalau kita buat 5 persen PPN, pasti akan masuk semua, pemerintah akan dapat lima kali sepuluh, bukan dua kali 10. Kita sudah banyak bicarakan ini dengan pengusaha.

Ini persoalan di perikanan sama. Jaring. Nylon. Itu kode harmoninya tekstil! Diproteksi. Kita mesti bayar bea masuk khusus.  

Kita bayangkan jaring dibuat baju juga nggak mungkin kan? Too sexy, kan?  Untuk tule buat the bride juga terlalu keras. That’s the fact. Polyurithene dan lain-lain yang dipakai oleh nelayan itu masuk kategori yang diproteksi oleh pemerintah. Bayar bea masuk khusus. 

Jaring di Indonesia tiga kali lebih mahal dibanding di Singapura. Ini hal yang mesti kita benahi bersama. Mungkin OJK bisa buat tim bersama perbankan. Sampaikan ke Menteri Keuangan. 

Kalau saya sendiri, nanti dikomentari, ‘Susi ini sok tahu saja. Ijazah cuma lulusan SMP.’

Saya ingin antusiasme Bapak-Bapak di perikanan, rewarded dengan satu bisnis yang luar biasa di perikanan. Saya yakin itu. Setelah moratorium kapal, benahi transhipment, saya yakin sektor ini bisa menjadi andalan. Sekarang ini ekspor Indonesia nomor 5 di ASEAN. Tapi kalau moratorium, semua illegal fishing berhenti, kita bisa optimistis bisnis perikanan meningkat. Ini datanya ya, dari pantauan satelit, kapal-kapal yang  tidak dilaporkan selama ini sekitar 5.000 kali 150 ton, kali 4, jadi kurang lebih 600 ton dalam setahun tangkap. Kita bikin udah minimal datanya. Hitung saja, 5 ton kali 5, kan 25 miliar ton. Banyak. Kali aja dengan 1 dolar. Very true

Jadi kita punya monitoring di KKP, kita bisa lihat pergerakan semua benda yang bergerak, shipping ukurannya berapa. Ukuran kapal. Tramper-tramper besar. Setelah ada moratorium mereka berjejer di border. Yang kecil-kecil mencoba masuk. 

Apa yang kita lakukan negara lain juga tidak angry, atau apa. We just do what a country has to do. Kita tidak mau bikin neko-neko. Kita tidak bisa membiarkan kapal-kapal asing melakukan fishing di negara kita. No way.

Australia sudah proteksi 70 persen coral reef barrier mereka. Indonesia mestinya sama. Kita galakkan budidaya laut. Penangkapan pesisir, yang ramah lingkungan. Harus sustainable. Sebenarnya bisnis perikanan very interesting

Yang saya lakukan di Pulau Simeuleu, sampai hari ini dari 2005, lobster saja, revenue yang dikasih sama orang Simeuleu, sekitar Rp 15-20 miliar setahun, investasi Rp 5 miliar saja. Libatkan 200 nelayan, perahu 20, dua mesin es, satu mobil, dua motor, jala apung. Yang bertelor tidak boleh diambil, yang kecil tidak boleh diambil. Very goodSustainable

Awal-awal ada keluhan dari petani cengkih, karena beralih ke nelayan semua. Pak Kuntoro Mangkusubroto sempat marah karena didemo petani cengkih. Tapi Sampoerna bekerjasama dengan kita. Membimbing petani cengkih, bawa pemetik-pemetik dari Jawa. Ada revitalisasi pohon-pohon cengkih. 

Bapak-Ibu, itu baru dari satu pulau kecil. Indonesia punya 17 ribu pulau. Itu cuma Pulau Simeuleu. Kalau di Pangandaran baru bangkit dari tsunami 2006. Sekarang ini omzet satu pelelangan ikan Rp 40-50 miliar. Di sana panjang pantai 91 kilometer, ada 4-5 pelelangan ikan. Rata-rata 500 miliar ada lah, secara total. Kecil. Tapi bayangkan dengan panjang laut kita ya. Pak Saut, kalau tidak salah 91.000 kilometer. Potensi luar biasa.

Belum kita garap aqua culture-nya. Tambaknya. Banyak mistaken, wrongdoing, tapi ini bukan pintu yang tertutup.  Dengan cara dan sistem yang lebih baik kita buat tambak-tambak baru. Sekarang banyak tambak modern, udang Vaname, dan lainnya. Kalau Norwegia bisa dapat US$10 miliar dari aqua culture. Indonesia potensi luar biasa.

Mengapa selama ini tidak kita sadari? Karena selama ini kita tidak pernah menghadap ke laut. Kita punggungi.  

Hari ini saya juga bertemu Dewan Kelautan. DEKIN luar biasa. Pakar-pakar kelautan, Polri. 200an orang datang. Saya berharap antuasiasme ini kita garap dengan baik. We want to run a good government. Saya akan umumkan semua data. Shipping dan semua yang berkaitan dengan anggaran dan lain-lain, semua transparan. Kita mau membuat perikanan dan kelautan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.”

Setelah Menteri Susi pidato, acara FGD jeda minum kopi. Susi buru-buru meninggalkan ruangan lewat pintu di belakang panggung. Sempat berbincang sejenak dengan bankir yang duduk di deretan depan. Yang sudah menyiapkan ingin berfoto bersama Bu Menteri kali ini belum dapat kesempatan. Mungkin lain kali. Karena pidato Susi memberikan semangat kepada bankir untuk menekuni bisnis perikanan. “Saya siap untuk duduk bareng setiap saat dengan perbankan,” itu janji Menteri Susi. —Rappler.com

Uni Lubis, mantan pemimpin redaksi ANTV, nge-blog tentang 100 Hari Pemerintahan Jokowi. Follow Twitter-nya @unilubis dan baca blog pribadinya di unilubis.com.

Add a comment

Sort by

There are no comments yet. Add your comment to start the conversation.

Summarize this article with AI

How does this make you feel?

Loading
Download the Rappler App!