Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pembenahan Koperasi Yang Tak Kunjung Usai (Bagian II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta- Koperasi di Tingkat Global- Berbeda dengan kondisi di tanah air, koperasi di negara-negara maju justru merupakan alternatif pengusahaan bisnis dan untuk mengurus ruang publik. Sebagaimana telah disepakati dalam Kongres International Co-operative Alliance (ICA) ke 100 di Manchester tahun 1995, secara jelas dinyatakan dalam identitasnya bahwa koperasi merupakan perkumpulan orang.

Koperasi dunia yang produknya mengglobal misalnya Campina. Koperasi tersebut sejatinya koperasi peternak tiga negara Belgia, Belanda, dan Luxemburg. Di tanah air produknya yang terdistribusi sampai ke daerah-daerah adalah es krim.

Dalam pemeringkatan ICA, hingga awal 2010 terdapat 300 koperasi dunia yang dapat bersaing dengan institusi berbasis korporasi, diantaranya Fair Price di Singapura dan Mondragon di Spanyol.

Koperasi-koperasi yang maju memiliki kinerja bagus karena mendasarkan prinsip pengusahaannya berbasiskan orang. Program dan visi koperasi yang benar memancing modal yang disetor anggota dengan sendirinya semakin besar. Hal ini tidak lain dikarenakan setiap anggota mendapatkan sisa hasil usaha atau istilahnya deviden di setiap tahun buku.

Logikanya, dari perkumpulan orang ini modal pokok disetor sesuai kesepakatan, dan apabila individu merasa ingin cepat mendongkrak kemampuan koperasi maka diperbolehkan memberikan modal yang lebih besar sebagai modal sukarela. Meskipun, kepemilikan modal yang lebih besar tidak berarti ia bisa berlaku sebagai investor mayoritas yang menentukan jalannya bisnis. Setiap individu anggota hanya memiliki satu hak suara yang akan menentukan keputusan bisnis yang digerakkan oleh pengurus.

Sebagai contoh koperasi yang berkembang baik di tanah air, dan memiliki otoritas internal secara terpusat adalah Credit Union (CU). Dalam operasionalnya, pusat CU yang berkedudukan di Gunung Sahari ini setiap tahun melakukan audit yang tertib. Di samping itu, inovasi bisnis terus dikembangkan misalnya CU yang berkembang baik di kawasan Kalimantan ini bahkan membuat asuransi CU.

Pendiri AKSES Robby Tulus, yang merupakan keturunan Indonesia yang sekarang menjadi warga negara Kanada, pernah menceritakan bahwa perkembangan koperasi di Indonesia terus mengalami penurunan.

Robby yang merupakan aktifis koperasi yang mengalami tiga generasi politik di Indonesia mengatakan bahwa koperasi seringkali dijadikan alat politik, terutama untuk menyalurkan bantuan pemerintah. Karena dikondisikan demikian, secara tidak langsung menciptakan kultur manajemen yang buruk di internal koperasi yang berkembang. Secara kasarannya, para pelaku menjadikan institusi koperasi yang disebut dalam UUD 1945 sebagai badan hukum untuk memperoleh hibah dari pemerintah. Sementara dalam praktikanya, tidak pernah ada transparansi kepada para anggotanya.

Perubahan aturan perkoperasian menjadi UU No. 12 Tahun 1992 juga merupakan penyimpangan yang dilakukan terhadap UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832).

Upaya pembaharuan UU ini sebetulnya sudah pernah diawali sejak tahun 1999. Dicoba dikompatibilitaskan dengan korporasilah dan dijadikan sebagai alat bagi pemerintah dalam model-model pembinaan. Putusan MK kemarin, sebenarnya dihadapkan pada posisi dilematis tidak adanya aturan yang benar dan sulitnya untuk mengikuti aturan ICA. Di samping, permasalahan legislatif dan institusi perkoperasian yang tidak diinventarisir secara baik oleh otoritas terkait, dalam hal ini Kemenkop.

Jika tujuan perubahan UU yang digagalkan MK kemarin adalah untuk perlindungan dana anggota koperasi melalui LPS, di tingkat global LPS koperasi terbentuk dengan sendirinya seperti yang terjadi di Kanada. Namun dengan satu persyaratan, koperasi-koperasinya memiliki sistem bisnis yang jelas dan mengacu pada aturan yang sudah diakui secara global.

 

Rekomendasi:

1. Pemerintah perlu melakukan inventaris koperasi yang berkembang.

2. OJK perlu melakukan audiensi dengan Kemenkop supaya tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.

3. Perlu adanya pertemuan antara para asosiasi koperasi yang terpisah-pisah dengan legislatif dan Kemenkop untuk mensepakati aturan universal.

 

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Nomor 11 Tahun 2014

Baca Juga: Anggaran Pilkada Serentak di Bali Capai Rp 456,9 Miliar Lebih

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/jajang
Editor: Arif Hatta

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: