Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kajian Freenpeace Terhadap Indonesia Dinilai Tidak Ilmiah

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Sejumlah kalangan menilai kampanye organisasi lingkungan Greenpeace terhadap Indonesia tidak didasarkan kajian ilmiah serta tidak menggunakan data yang relevan dengan kondisi saat ini.

Pakar Hukum lingkungan Universitas Padjadjaran Bandung Daud Silalahi di Jakarta, Minggu mengatakan kampanye lingkungan yang baik harus disertai penelitian akademis sehingga data yang dipublikasikan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum selain itu penggunaan data usang yang bertendensi menghasut harus dihindari.

"Oleh karena itu kampanye Greenpeace tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademis," katanya.

Menurut dia, LSM tersebut tidak bisa menyamaratakan kampanyenya karena setiap negara mempunyai karakter berbeda.

Di Indonesia, tambahnya, masalah kemiskinan dan tenaga kerja masih menjadi fokus perbaikan pemerintah.

Karena itu, ujarnya, Greenpeace tidak bisa menyebut kegiatan di lahan gambut serta merta sebagai faktor kerusakan lingkungan karena masalah kemiskinan dan tenaga kerja harus dibenahi.

Menurut Daud, sepanjang masalah tenaga kerja dan kemiskinan masih menjadi prioritas perbaikan negara, kegiatan lingkungan bisa ditoleransi.

Daud mengharapkan, pemerintah wajib mengawasi dan bersikap tegas terhadap NGO asing dan kata kuncinya adalah ketegasan pemerintah.

Setiap kampanye yang tidak memiliki basis kajian ilmiah harus disetop agar tidak berkembang menjadi opini yang menyesatkan, katanya.

Daud menyarankan para akademisi dan pakar lingkungan berperan aktif agar semua kegiatan lingkungan berbasis kajian ilmiah.

"Kajian ilmiah bisa diperdebatkan, namun semuanya bisa dipertanggungjawabkan," katanya.

Sementara itu Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna upaya meredam maraknya kampanya hitam bisa dilakukan jika pemerintah mau berbenah diri, salah satunya dengan membenahi anggaran.

"Jika mengacu pada anggaran proyek pemerintah, sepertinya harga kayu yang tertera disana tidak menggambarkan nilai kayu bersertifikat SVLK. Dalam negeri harus dibenahi, agar ketika keluar, kayu kita mampu benar-benar dapat bersaing, sehingga kampanye hitam tidak berarti apa-apa,"kata Nana.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan mengingatkan Greenpeace harus mengedepankan logika keseimbangan dalam berkampanye.

Dalam setiap kampanye, Greenpeace selalu mengarahkan hutan Indonesia menjadi paru-paru dunia, sementara negara tempat asal mereka dan banyak negara yang kini meneriakkan perbaikan lingkungan sudah merusak paru-paru dunia sejak berabad-abad lalu tanpa kompensasi apapun.

"Saat lingkungan sudah mereka rusak, dengan seenaknya mereka melemparkan tanggungjawab kepada Indonesia untuk memperbaiki. Bahkan, tanpa malu-malu mempropagandakan Indonesia sebagai perusak lingkungan dunia. Hal-hal seperti ini tidak boleh dibiarkan," kata Rusli Tan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor:

Advertisement

Bagikan Artikel: