Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Suku Bunga Kredit UMKM Tinggi Akibat Tidak Ada Persaingan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) baru saja melakukan penandatanganan kerja sama mengenai pengaturan dan pengawasan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di sektor jasa keuangan. Dalam kesempatan tersebut KPPU sempat membicarakan perihal suku bunga kredit UMKM yang masih tinggi.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan perlu adanya harmonisasi pengaturan dan dorongan agar tercipta kompetisi di sektor tersebut.

"Mengapa kredit usaha kecil itu bunganya masih mahal? Karena persaingannya perlu kita dorong. Ada beberapa yang perlu dilihat secara bersama-sama bagaimana dorong persaingan agar tingkat suku bunga turun. Kita atur dan awasi agar praktik prudent bisa terjadi. Ini jadi landasan kerja bersama KPPU dan OJK, yakni meyakini penerapan prudential regulation, jaga sistemik trust sehingga sistem keuangan di Indonesia bisa bekerja secara optimal," jelasnya saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (15/7/2014).

Senada dengan Muliaman, Ketua KPPU Nawir Messi menyatakan tingginya suku bunga tersebut akibat tidak adanya persaingan. Ia mengisahkan bahwa hal tersebut persis seperti yang terjadi pada industri penerbangan 14 tahun silam.

Saat itu, KPPU baru saja terbentuk dan pihaknya dihadapkan dengan permasalahan mahalnya tiket pesawat terbang di Indonesia. Padahal keadaan menuntutnya untuk berkeliling ke daerah-daerah menggunakan pesawat.

"Tahun pertama dihadapkan dengan mahalnya tiket pesawat ke berbagai daerah. Waktu itu cuma ada Garuda Indonesia dan Merpati," kisahnya.

Melihat hal tersebut, KPPU minta kepada pemerintah untuk membuka persaingan dengan mengizinkan agar asing dapat masuk. Namun, dia menafsirkan hal ini bukan berarti dibebaskan masuk selebar-lebarnya.

"KPPU minta ke pak menteri (Menteri Perhubungan) bisa tidak kita buka persaingan. Bukan berarti kita biarkan asing bebas, permudah izinnya. Tapi, ditolak oleh Merpati dan Garuda Indonesia," tutur Nawir.

Pihak Garuda Indonesia dan Merpati khawatir datangnya kompetitor baru hanya akan membuat perusahaan gulung tikar.

"Kalau tahun itu dibuka maka tahun depannya mereka bilang bisa tutup. Merpati malah lebih galak lagi minta jangan dibuka dengan alasan yang sama. Tapi, saya bilang ganti saja nama Merpati jadi Capung kalau tidak bisa bersaing," jelasnya.

Menurut dia, saat itu menjadi saat di mana industri penerbangan belum tersentuh oleh persaingan. Bahkan, tiap tahunnya Garuda tidak pernah catatkan profit positif. Pasar tidak terintegrasi satu sama lain.

"Alhamdulillah dalam waktu dua sampai tiga tahun harga tiket turun 60-70 persen. Jumlah penumpang dari kurang satu juta sekarang sampai 44 juta. Itu fenomena dinamis terdahsyat pertumbuhan airlines di indonesia. Nah, kita ingin coba lakukan yang sama di sektor keuangan. MoU ini titik awal bagi kita untuk mulai proyek besar ini. Libatkan banyak pihak agar capai cita-cita, efisenkan, menata sektor keuangan. Kalau kita bisa menata persaingan sehat di sektor keuangan saat hadapi AEC (ASEAN Economic Community) tidak perlu khawatir," paparnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: